Otoritas Jasa
Keuangan
Pengertian Otoritas Jasa
Keuangan adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industri
perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan
asuransi.
Undang-Undang
tentang Otoritas Jasa Keuangan pada dasarnya memuat ketentuan tentang
organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas
pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Sedangkan ketentuan
mengenai jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan
lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan, tingkat
kesehatan dan pengaturan prudensial serta ketentuan tentang jasa penunjang
sektor jasa keuangan dan lain sebagainya yang menyangkut transaksi jasa
keuangan diatur dalam undang-undang sektoral tersendiri, yaitu Undang-Undang
tentang Perbankan, Pasar Modal, Usaha Perasuransian, Dana Pensiun, dan
peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan sektor jasa keuangan
lainnya.
Latar belakang lahirnya Undang- Undang
OJK selain pertimbangan Undang-Undang tentang Bank Indonesia:
Sistem keuangan dan seluruh kegiatan
jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan
produktif di dalam perekonomian nasional merupakan salah satu komponen penting
dalam sistem perekonomian nasional.
Terjadinya proses globalisasi dalam
sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta
inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks,
dinamis, dan saling terkait antar-subsektor keuangan baik dalam hal produk
maupun kelembagaan.
Adanya lembaga jasa keuangan yang
memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi)
telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan
di dalam sistem keuangan.
Banyaknya permasalahan lintas sektoral
di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya
perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem
keuangan.
Harapan penataan melalui UU No.21
Tentang Otoritas Jasa Keuangan :
Penataan dimaksud dilakukan agar dapat
dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan
yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya
stabilitas sistem keuangan. Agar pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan
kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara terintegrasi
Fungsi OJK adalah:
Mengawasi aturan main yang sudah
dijalankan dari forum stabilitas keuangan
Menjaga stabilitas sistem keuangan
Melakukan pengawasan non-bank dalam
struktur yang sama seperti sekarang
Pengawasan bank keluar dari otoritas BI
sebagai bank sentral dan dipegang oleh lembaga baru
Tujuan dalam pembentukan OJK:
Untuk mencapainya, BI dalam melaksanakan
kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, dan transparan dengan
mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.
Mengatasi kompleksitas keuangan global
dari ancaman krisis.
Menciptakan satu otoritas yang lebih
kuat dengan memiliki sumber daya manusia dan ahli yang mencukupi
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan
pengawasan terhadap:
Kegiatan jasa keuangan di sektor
Perbankan;
Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar
Modal; dan
Kegiatan jasa keuangan di sektor
Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya.
Wewenang OJK:
- ·
Terkait
Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang meliputi :
Perizinan untuk pendirian bank,
pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan
dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta
pencabutan izin usaha bank; dan
Kegiatan usaha bank, antara lain sumber
dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
Pengaturan dan pengawasan mengenai
kesehatan bank yang meliputi: likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas
aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio
pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait
dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit
(credit testing); dan standar akuntansi bank;
Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek
kehati-hatian bank, meliputi: manajemen
risiko; tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan pemeriksaan bank.
- ·
Menetapkan
peraturan dan keputusan OJK;
Menetapkan peraturan mengenai pengawasan
di sektor jasa keuangan;
Menetapkan kebijakan mengenai
pelaksanaan tugas OJK
Menetapkan peraturan mengenai tata cara
penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
Menetapkan peraturan mengenai tata cara
penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
Menetapkan struktur organisasi dan
infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan
kewajiban; dan
Menetapkan peraturan mengenai tata cara
pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor
jasa keuangan.
Menetapkan kebijakan operasional
pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan
yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
Melakukan pengawasan, pemeriksaan,
penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa
Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
Memberikan perintah tertulis kepada
Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
Melakukan penunjukan pengelola statuter;
Menetapkan penggunaan pengelola
statuter;
Menetapkan sanksi administratif terhadap
pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di
sektor jasa keuangan; dan
Memberikan dan/atau mencabut: izin
usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda
terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau
penetapan pembubaran dan penetapan lain.
- ·
Terkait
Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) yang meliputi :
Menurut para pakar ekonomi:
1.
Menkeu Agus Martowardojo: Pembentukan OJK diperlukan guna mengatasi
kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis. Di sisi lain, pembentukan OJK
merupakan komitmen pemerintah dalam reformasi sektor keuangan di Indonesia.
2.
Fuad Rahmany: menyatakan bahwa OJK akan menghilangkan penyalahgunaan
kekuasaan (abuse of power) yang selama ini cenderung muncul. Sebab dalam OJK,
fungsi pengawasan dan pengaturan dibuat terpisah.
3.
Darmin Nasution: OJK adalah untuk mencari efisiensi di sektor perbankan,
pasar modal dan lembaga keuangan. Sebab, suatu perekonomian yang kuat, stabil,
dan berdaya saing membutuhkan dukungan dari sektor keuangan.
4.
Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad: terdapat empat pilar sektor
keuangan global yang menjadi agenda OJK. Pertama, kerangka kebijakan yang kuat
untuk menanggulangi krisis. Kedua, persiapan resolusi terhadap lembaga-lembaga
keuangan yang ditengarai bisa berdampak sistemik. Ketiga, lembaga keuangan
membuat surat wasiat jika terjadi kebangkrutan sewaktu-waktu dan keempat
transparansi yang harus dijaga.
Ide pembentukan OJK
sebenarnya adalah hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan
undang-undang tentang Bank Indonesia oleh DPR. Pada awal pemerintahan Presiden
Habibie, pemerintah mengajukan RUU tentang Bank Indonesia yang memberikan
independensi kepada bank sentral. RUU ini disamping memberikan independensi
tetapi juga mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia. Ide
pemisahan fungsi pengawasan dari bank sentral ini datang dari Helmut
Schlesinger, mantan Gubernur Bundesbank (bank sentral Jerman) yang pada waktu
penyusunan RUU (kemudian menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 1999) bertindak
sebagai konsultan. Mengambil pola bank sentral Jerman yang tidak mengawasi
bank.